Saturday, August 20, 2011

Prolog

Cinta. Suatu kata yang entah sampai kapan aku tidak akan bisa mendefinisikannya secara utuh. Suatu kata sifat sederhana, namun memiliki komplikasi yang tak berujung. Aku pernah merasakannya. Sekali. Namun, apakah itu bisa di sebut dengan "Cinta"? Atau itu hanyalah sekedar perasaan sesaat? Bayangan semu? Sekilas fantasiku akan indahnya dongeng tentang putri-putri raja yang selalu berakhir bahagia? Perasaan jenaka yang selalu aku rasakan, seakan terdapat 100 kupu-kupu yang meronta ingin terbang bebas keluar dari perutku jika bertemu dengan dia. Ya, dia. Seorang lelaki yang sampai beberapa bulan lalu selalu mendampingiku. Sesosok lelaki yang selalu aku inginkan untuk menghabiskan sisa hidupku bersamanya. Bagaikan senja yang selalu berpendar hangat, aku tidak pernah berhenti mengaguminya. Sorot jingga perlahan tertelan luasnya lautan biru tanpa akhir, tergantikan oleh lembayung apik yang mewarnai cakrawala sore itu. Ya, dia adalah senja favoritku di bulan Juli. Terlena oleh perilaku apik nya. Terpaku oleh paras elok nya. Terbuai oleh janji-janji nya. Tersanjung oleh pujian-pujian yang selalu di lontarkan nya. Hari demi hari, hingga hampir 2 tahun aku lewati bersama nya, hingga sampailah aku di suatu ruangan gelap gulita, tanpa penerangan, tanpa jendela maupun pintu. Terkurung seorang diri, terjebak dalam pekatnya kegelapan, menangis tersedu, meronta-ronta ingin keluar, merengek tanpa henti dengan harapan seseorang akan mendengar teriakanku dan membebaskanku dari belenggu dingin yang menyelimuti aku selama berbulan-bulan. Namun apa daya? Dia yang aku cintai, yang aku banggakan, yang selalu aku puja tak kunjung datang. Hingga sebuah tangan hangat dengan secercah cahaya perlahan menggapaiku, menuntunku, merengkuh tubuhku yang gemetar sedemikian hebatnya dengan lembut, seolah berkata "Tak apa nak, aku disini sekarang. Janganlah kau putus asa." .........