Sunday, August 21, 2011

Maret

........... Derap tapak kaki terdengar menuruni tangga sempit yang lembab, penuh lumut. Secercah harapan mulai tersirat dimataku, binar bahagia mulai terpancar. Aku hanya bisa tersungkur dilantai, terantai erat dengan bekunya lantai beton. Seakan mereka telah menjadi suatu komponen yang berkesinambungan dengan sistem tubuhku. Perlahan, dapat kurasakan perubahan udara menjadi hangat dalam sekejap. Udara padat yang menusuk hidungku kini tergantikan dengan ringannya semerbak wangi bunga cempaka yang menyebar diseluruh ruangan bernuansa hijau lembut. Gemerincing genta angin favorit ibuku, kicauan merdu burung gereja terdengar sayup seiring hembusan angin  hangat di akhir bulan Maret. Ya, ternyata hari ini adalah hari kelahiranku. Bertumpuk hadiah dan kartu ucapan datang dari ayah. Kecupan sayang di dahi, usapan lembut di kepala, desahan penuh makna “Selamat ulang tahun nak, Aku sayang padamu apapun yang terjadi.”  Decit lembut terdengar seiring ayah menutup rapat pintu kamarku. Tertegun. Terisak. Gelungan hangat selimut biru menenggelamkanku dalam gejolak emosi yang tak menentu. Menempatkan aku pada wahana ledakan perasaan yang berliku tanpa batas. Kalut. Hingga rintikan hujan membasahi wajahku. Menyapu tudung galau yang memayungiku. Sejenak, aku merenungi takdirku, berusaha mengalahkan kekuatan yang memaksaku untuk tunduk di kakinya, apa yang dapat kulakukan? Tak ada. Percuma. Dering telefon genggam menyadarkanku dari lamunan, oh, kawan baikku. Sepenggal pesan selamat ulang tahun dan pengungkapan betapa mereka menyayangiku. Seolah mendapat mukzizat, kurasakan dua tangan halus merengkuh wajahku penuh was-was, seakan tubuhku terbuat dari porselen. Sejenak. Sekali. Saat itu. Aku merasa dicintai..........